Tadi pagi setelah sholat shubuh,
nenek berbisik padaku dengan suara lemah.. “terima kasih sudah mbersihkan smua
najis yang ada di badanku supaya sah shalatkku, terima kasih banyak”, hamper
tiap kali selesai sholat nenek slalu menngatakan itu padaku.. nenekku sayang..
rasanya blum pantas aku untuk terima kasih itu bila dibandingkan yang engkau
berikan untukku…
teringat belasan tahun lalu saat
pertama kali masuk sekolah SD, kau yang mengantarkan aku sampai kelas,
menunjukkan jalan dari rumah ke sekolah lalu menemui guruku untuk menitipkanku,
Kau juga menggandeng tanganku menyusuri pasar mencari sepatu hitam untuk
sekolahku. Tak hanya itu saat masuk SMA, terpaksa kau kugandeng karna jika
daftar sekolah harus ada orang tua padahal kau mulai sakit sakitan dan agak
tuli saat itu, lucu sekali saat petugas pnerimaan mjelaskan prosedur masuk
skolah dia harus mjelaskan berulang ulang.
Saat kelas 4 sd kau mulai
mengajarkan aku cara mencuci piring sendiri, mencuci baju sendiri, membuat the
di pagi dan sore hari juga menata meja makan serta memasak nasi. Walau kadang
kesal karna aku lebih suka bermain pada saat itu
Menyuruhku belajar naik sepeda,
motor dan berenang setelah itu menyuruhku belajar menjahit menyulam,
membereskan tempat tidur… semakin kesal rasanya, kau tak pernah membiarkan aku
duduk diam dpan tv menonton film kartun
Kau juga memaksa aku untuk
mengerti bahasa bugis agar tak kehilangan identitas katamu waktu itu sambil
terus mengoceh dengan tema berulang ulang yaitu ‘SIRI’ waktu itu aku masih
belum mengerti tapi kau terus saja bicara dengan bahasa bugis “siri itu adalah
kehormatan, siri itu harga diri, hal ini yang akan membedakan kita dengan yang
lainnya, jaga siri’mu.. jangan kau hianati nenek moyang dan keturunanmu kelak”
menjelang dewasa baru aku paham seutuhnya betapa hal itu sangat penting untuk
dijaga.
Kau bukan nenek yang
memanjakannku dengan mainan yang banyak ataw menuruti semua keinginanku, kini
ku tahu yang kau lakukan itu semata mata untuk menjaga aku dari semua dampak
negative bebasnya jaman dan pergaulan yang tidak sehat di kota metropolitan
ini.
Meski belum sempurna kesuksesan
kuraih, paling tidak aku bisa menjadi akuntan yang gak gaptek gaptek amat (masa seeeh) dengan hati yang terjaga (kaya judul sinetron mana gitu) serta
bisa masak nasi (bdasarkan pngalaman rekan kerja sebayaku sangat jarang ada yang bsa masak
nasi lho) serta pandai merajut lohh…hehehehe…. #Klo Narsis_akut ini bukan
ajaran nenek gw kok#
Ah apalah arti yang kulakukan
semua untukmu dibanding yang engkau lakukan untukku. Nunu cucumu akan tetap
berumur 16 tahun jika tak pandai membuat ‘nasu likku’
21 april 2011, 12:14 am
(kamar gelap d belakang tanpa
jendela)
Komentar
Posting Komentar