Langsung ke konten utama

CORDOVA



Cordova…oh…Cordova…
Istana singa telah jadi museum
Mesjid Abdurrahman tinggal puing-puing
Universitas castilia telah jadi biara
Semua…semua kegemilangan telah lenyap
Tuan tahu mengapa ini bisa terjadi…
Ini terjadi akibat perpecahan…
Perpecahan pemimpin Islam
Kini tinggal kisah…kisah Andalusia
Segagah Islamiyah hanya satu…satu bukan dua
Yaitu bersatu…sekali lagi bersatu
TAUHID…

IJTIHAD…
Kami tidak ingin Indonesia menjadi andalusia
Penuh kisah biadabil ambisius
Menggadai-gadaikan umat pada segelintir pedagang
Mengkotak-kotakkan umat berfirqah-firqah
Lalu mengadu mereka penaka domba
Aku rindu pada binaan rumah tangga Islam Indonesia
Satu Ukhuwah…Satu Shaff…Satu Komando…Satu cita-cita
Pembawa Nama ALLOH yang kekal dalam sejarah
Hidup Persatuan Muslim…Hidup Persaudaraan Muslim
LAILAHAILLALLAH…MUHAMMADURRASULULLAH


Karya: Alm. H Yunan Helmy Nasution

diatas adalah puisi kesukaan nyokap gw, beliau hapal mati ni puisi.. tapi akhir2 ini suka lupa, akhirnya gw inisiatif buat browsing puisi ini dan nyetak.. sampe rumah ini puisi gw kasi nyokap dan alamakjan bliau seneng banget, langsung baca ni puisi dari singgasananya... meski kakiny belum bisa berfungsi dengan normal kembali tapi tetep kece maksimal doi bacain.. seperti cita cita gw dan adek gw bahwa suatu hari kelak akan bawa nyokap ke kota cordova... amiiiin,,,,,, 

Komentar

  1. Sy jg pecinta berat puisi ini dari masa ² madrasah tsanawiyah tahun 1986 ketika itu kami beserta teman² sangat senang sekali karena di beri kesempatan untuk tampil di panggung.sejak tahun itulah kami juga terpisah satu sama lain untuk masing² mencari bekal hidup kami.alhamdulillah berkat adanya teknologi kami bisa bertemu kembali dalam rangka silaturahmi arisan sehingga kami bisa berkomunikasi secara intens. Sampai² kami bercerita masa² sekolah dan pada titik ke cerita tentang puisi cordova .Masya allah senangnya luar biasa sehingga saya ingin sekali mencari teks puisi tersebut beberapa kali. Dan saya ingin mengulangnya untuk tampil kembali di panggung bersama rekan² dalam momen hari² besar islam.insya allah ada kesempatan buat kami tampil kembali.in sya allah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEHARIAN DI SURABAYA

Assalamualaikum, hula gengs,, mau lanjutin nih cerita maratorn trip surabaya - banyuwangi - bali lanjutan Postingan sebelumnya, Akhirnya gw tiba di bandara Juanda dan disana sudah ada mba Y dan dek A Karena pagi masih jadi destinasi pertama tempat kami adalah sarapan di soto kudus kedai taman. Disana kami sarapan sambil ngobrolin agenda perjalanan dan update kabar masing masing karena pertama kalinya bisa berkumpul setelah berbulan bulan hanya bersua melalui gawai Foto saat tunggu makanan Setelah sarapan kami bergegas ke destinasi berikutnya, yaitu rumah sampoerna tapi saat tiba di lokasi ternyata sedang tutup, jadi kami ganti tujuan ke alun alun bawah tanah.  Alun alun sedang ada pameran fotografi serta sejarah café simpang kehidupan kaum expatriat, jadi gw R dan mba Y bisa numpang foto disana, setelah keliling kami memutuskan untuk minum es cream zangradi, lokasinya tinggal nyebrang dari alun alun, disana makan es cream sambil menunggu. di atas alun alun bawah tanah di dalam alun alu

lepas masker

Semalam ramai tentang keputusan pak pres tentang saat ini boleh melepas masker di area outdoor Mendengar keputusan itu campur aduk rasanya, tahun ke 3 masa pandemi bener bener merubah banyak hal  Setelah informasi tersebut, gw chat sahabat sahabat (karena lebih dari 1 orang) sekaligus tetangga dan jawabannya sama "belum siap buat lepas masker, udah nyaman begini"  Rina berkomitmen untuk tetap memakai masker sedangkan Diah masih butuh waktu buat adaptasi lagi, klo gw sih waaah jujur gak betah udah pake masker, nasib hidung minimalis (baca : pesek)  Sama seperti awal peraturan bahwa kita harus memakai masker, rasanya masih ga percaya harus kemana mana pakai masker tapi ternyata dapat dilalui, sekarangpun aturan untuk boleh melepas masker masih bikin ga percaya atau mungkin seperti kata Diah  Masih butuh waktu buat adaptasi, padahal pandemi gak pernah mau nunggu kita adaptasi